Selamat Datang di Blog SD Integral Al-Furqan Hidayatullah Mamuju Sulawesi Barat

Cari Blog Ini

Minggu, 15 Mei 2011

“Kenakalanya” Adala Cara Dia Berbicara

Integral-Oleh: Ibadurrahman, S. Pd Adalah hal yang sangat sering seorang guru mengeluh tentang muridnya yang nakal di kelas terutama selama kegiatan belajar berlangsung. Keluhan tentang siswa yang selalu ngobrol sendiri ketika guru sedang menerangkan, siswa yang sering melamun, corat-coret dinding atau meja, suka menyela, bermain musik dengan meja sebagai instrumennya dan lain-lain. Hampir semua guru sepakat bahwa mereka adalah siswa “nakal”. Karena mereka tidak bisa tertib di kelas.

Namun seorang Thomas Amstrong dalam bukunya Sekolah Para Juara secara berkelakar mengatakan bahwa “kenakalan” siswa dikelas semacam itu secara metafor ingin mengatakan kepada gurunya, mengungkapkan perasannya; “Inilah cara saya belajar, Pak / Bu Guru, dan apabila anda tidak megajari saya melalului cara saya yang paling alamiah, apa yang akan terjadi? Bagaimanapun juga saya tetap melakukannya.

Kenakalan siswa di kelas semacam itu menurut Amstrong adalah ekspresi berkaiatan dengan kecerdasan anak tersebut. Anak yang suka meyela bisa dikatakn mempunyai kecerdasan linguistic tinggi, anak yang suka corat coret berarti mepunya spasial, anak suka mengobrol berarti mempunyai kecerdasan intrapersonal. Kenakalan itu seolah-olah juga menjadi semacam seruan minta tolong - indicator diagnostik tentang bagaimana seorang siswa seharusnya mendapatkan pengajaran.

Kelakar Amstrong kalau kita renungkan, tanpa mengesampingkan unsur akhlaq / adab siswa terhadap guru akan juga terasa benarnya. Allah menciptakan manusia dengan segala potensi / kecerdasan yang berbeda-beda. Maka adalah hal yang masuk akal dalam merangsang potensinya pun dengan cara yang berbeda -beda pula. Maka timbul berbagai pertanyaan dalam kasus kelas diatas. Sala satu pertanyaan itu adalah lantas siapa sebenarnya yang harus berubah? Siswa atau guru? Akankah guru akan memaksa dengan caranya untuk menghentikan aksi ngobrol dikelas ketika pelajaran berlansung? Menghukum anak yang suka menyela? Memberi sangsi bagi siswa yang suka menggambar di meja dan lain sebagainya ataukah guru dengan ihlas intropeksi terhadap metodenya? Lalu merubah metodenya dengan yang lebih mengakomodasi semua potensi kecerdasan siswanya?

Sudah saatnya dalam menggugah pikiran siswa dikelas guru tidak terpaku pada teks dan papan tulis. Dua film tentang Guru hebat, Stand and Deliver (1987) dan Dead Poets Society (1989) menegaskan hal tersebut. Dalam Stand and Deliver seorang guru matematika sekolah hispanik menggunakan apel untuk menjelaskan pecahan, jari untuk mengajarkan perkalian. Seorang guru sekolah persiapan dal Dead Poets Society, menyuruh muridnya membaca karya sastra saat mereka menendang bola dan mendengarkan musik klasik dan masih banyak lagi berbagai teknik dan metode pengajaran masa kini yang bisa kita terapkan.

Teori kecerdasan majemuk memberi jalan setiap pendidik untuk memikirkan metode mengajar mereka yang paling tepat untuk memahami megapa metode tersebut dapat berhasil / cocok bagi sebagain sbaik guru maupun orang tua siswa namun tidak bagi sebgaian yang lain. Juga membantu para pendidik baik guru maupun orang tua memperkaya perbendaharaan teknik, metode dan materi mengajar mereka sehingga dapat menjangkau kelompok siswa yang semakin luas dan beragam. Sekarang tinggal guru. Maukah menyibukkan diri untuk berubah?

Di ujung paragraf mari kita cermati penggalan cerita tentang seorang ibu. Yang mengeluh dengan anaknya yang kedua. Anaknya yang kedua begitu berbeda dengan yang lainnya. Hampir semua anaknya adalah anak yang aktif, cerdas, bicaranya juga hebat dan selalu berprestasi di bidang akademik maupun non akademik di sekolah namun anak yang kedua ini pendiam, tidak aktif dan juga tidak terlalu hebat akademiknya. Namun suatu hari si ibu begitu terharu ketika setelah sholat ibu bertanya kepada anaknya yang kedua.Nak, kamu berdoa minta apa kalau ibu boleh tahu?saya hanya berterimakasih kepada Allah yang telah menganugerahkan Ibu yang baik kepada saya. Sontak ibu itu terperanjat dan begitu terharu. Sebuah jawaban pendek yang mengubah pandangannya tentang anaknya. Anaknya begitu bersyukur kepada Allah sementara si Ibu merasa menjauhi rasa syukur itu. Secara diam – diam ibu itu pun berkata dalam hati. Anaku yang kedua sangat cerdas. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar